Day 5: "Emangnya Bisa Dapat Apa Sih Dari FLP?"
"Emangnya
Bisa Dapat Apa Sih Dari FLP?"
"Apa
kamu dibayar di FLP?"
Entah
sudah berapa kali pertanyaan ini keluar dari beberapa orang terdekat saya. Dan
saya sebal sekali kalau hal semacam ini dikaitkan dengan tuntutan pembuktian
berupa uang atau hal berupa materi secara langsung.
Nyinyirnya. Forum Lingkar Pena memang organisasi nirlaba. Saya tidak
dibayar selama menjadi anggota dan pengurus di dalamnya. Justru beberapa kali
malah saya yang harus mengeluarkan uang untuk mengikuti program-programnya.
Namun, apa yang saya cari di FLP bukan uang. Ilmu. Dan teman seperjalanan yang
bisa saling memotivasi untuk mencari ilmu. Dan terutama lingkungan yang baik.
Lingkungan yang bisa mengingatkan saya akan kebaikan. Tak hanya kebaikan bagi
diri sendiri. Tapi juga bagi orang lain.
***
Sebelum saya bergabung dengan FLP sekitar tahun 2008, saya sudah
menulis. Saya sudah menjadi Juara III Lomba Menulis Surat Kepada Walikota
Malang saat masih SMA. Cerpen saya juga sudah dimuat di Majalah Remaja Hai
sebelum saya masuk FLP. Dua cerpen remaja lain dimuat di Kawanku saat saya
masih kuliah, tapi sesungguhnya keduanya sudah saya tulis sejak masa SMA (yang
kemudian diedit-edit lagi), sebelum saya bergabung dengan FLP.
Beberapa orang dekat mengatakan saya tak membutuhkan FLP dalam berkarya.
Malahan mereka berpendapat, justru karena ikut FLP-lah energi saya
"terkuras" sehingga saya jadi tak produktif. Lho. Padahal dengan
bergabung di FLP itulah saya mendapatkan energi, ilmu, dan suntikan semangat
untuk terus berkarya, hingga sampai ke bidang penerjemahan yang saya geluti.
***
Tapi bagaimana dengan novel-novel karya penulis FLP yang sudah menemani
masa-masa remaja saya? Bagaimana dengan cerita-cerita majalah An-Nida yang dulu
sering jadi pengisi waktu luang saya, dan kebanyakan ditulis oleh anggota
FLP?
Secara alam bawah sadar semua itu inspirasi, dan membentuk beberapa
konsep prinsipil yang saya pegang hingga saat ini. Secara tidak langsung
tulisan-tulisan para penulis FLP yang ikut mendidik saya. Tuhan Menyelamatkan
masa muda saya dengan Mempertemukan diri ini dengan tulisan-tulisan mereka.
***
Lalu bagaimana dengan dukungan serta apresiasi dari rekan-rekan FLP yang
terasa tulus dan memberikan energi positif meskipun saat ini saya belum jadi
"siapa-siapa"?
Bagaimana rasanya ketika seorang dosen dari Jurusan lain (Pak Karkono,
yang ternyata saat itu Pembina FLP Ranting di Universitas Negeri Malang)
tiba-tiba mengapresiasimu yang hanya mahasiswa biasan, dan karyamu bahkan ingat
dengan isi cerita dan judulnya, lalu menyemangatimu untuk terus berkarya.
Orang sesibuk itu mau meluangkan waktunya untuk membimbing mahasiswa
biasa seperti saya. Dan dari saran-sarannya itu saya bisa memoles kemampuan
menulis saya. Tahu apa yang kurang. Tahu mana yang perlu diperbaiki. Membuat
saya merasa jadi punya nilai lebih. Dari beliau saya tahu beberapa informasi
lomba kepenulisan cerpen di kampus. Dan memenangkan beberapa. Beliau juga yang
membuka pintu kelasnya bagi saya untuk bisa lebih memahami mata kuliah Teori
Sastra, agar saya bisa melewati mata kuliah Literary Theory di jurusan saya
sendiri. Semoga beliau dan keluarga serta anak keturunannya selalu berada dalam
naungan rahmat dan berkahNya.
Tuhan Mempertemukan kami melalui wadah bernama Forum Lingkar Pena.
***
Bagaimana rasanya ketika beberapa penulis senior yang selama ini
karyanya hanya bisa kau nikmati secara soliter tiba-tiba bisa kau temui di
dunia nyata, ingat denganmu, lalu memberikan motivasi dan dorongan untukmu dan
karyamu yang saat ini masih belum seberapa?
Ketika saya mengikuti event Gramedia Writing Project batch 3, Pak Nun
Urnoto dari FLP Pamekasan (salah satu pengurus FLP Jatim) mengatakan bahwa bab
prolog novel saya bagus. Dan itu sedikit meredakan rasa insecurity saya. Bab
yang baru saya upload sedikit di situs web itu kemudian dinyatakan sebagai
salah satu dari 90 naskah yang lolos seleksi tahap 1.
Pak Rafif Amir Ahnaf, ketua FLP Jatim, kemudian mendoakan dan yakin
bahwa saya pasti bisa mengirimkan draft novel saya sebagai syarat ikut seleksi
Expert Class. Padahal saat itu dalam kondisi yang sangat mepet deadline karena
berbagai isu yang menerpa saya di dunia nyata. Alhamdulillah, Tuhan Tunjukkan
keajaibannya. Saya benar-benar lolos dan berangkat ke Jakarta untuk mengikuti
Expert Class. Padahal, sebelumnya saya sudah merasa tidak mungkin bisa
menyelesaikan draft awal itu dan mengirimkannya.
Bagaimana rasanya ketika mereka yang kamu anggap senior tiba-tiba
meluangkan waktu hanya untuk sekadar menanyakan apa kabar, kamu kenapa, dan
sekali lagi mengingatkan dirimu bahwa kamu masih punya sisi baik sebagai
seorang manusia?
Ketika saya mengalami goncangan emosi karena suatu masalah, Mbak Sinta
Yudisia, Ketua FLP Pusat, menghubungi. Masih mau melihat sisi baik saya. Bahkan
menawari saya untuk mengunjungi rumahnya agar bisa sharing soal psikologi dan
banyak hal lagi.
Ada Mbak Hiday dari FLP Tuban (yang juga pengurus FLP Jatim) juga sempat
meluangkan waktunya untuk menampung segala kegelisahan saya. Ada juga Mas Angga
dari Kaderisasi FLP Jatim (asal Magetan) yang meluangkan waktu juga untuk
melakukan hal yang sama. Lalu Pakmas Arul Chandrana dari FLP Lamongan yang
menghubungi dan kemudian lagi-lagi seperti orang di atas masih mau
mengapresiasi sisi baik orang seperti saya yang kadang tidak stabil.
Dan masih ada sederet nama yang Dikirimkan Tuhan untuk jadi Penyembuh
ketika saya merasa sudah tidak yakin dengan takdir saya sendiri. Kami semua
dipertemukan di FLP. Tuhan mempertemukan kami dalam wadah bernama Forum Lingkar
Pena.
***
Dari semua itu saya jadi tahu
bahwa diperlakukan dengan baik itu menyenangkan. Dan bahwa kata-kata baik bisa
terasa begitu menyembuhkan meski kedengarannya mungkin sederhana saja. Dan dari
situlah saya belajar dengan meniru. Bahkan dari yang lebih muda. Meniru cara
mereka untuk mengapresiasi orang-orang yang saya temui baik di dalam FLP maupun
di luar FLP. Belajar melihat sisi baik dan mengapresiasinya. Belajar bahwa
nasihat akan terasa lebih kuat jika disampaikan tanpa ego, dengan penuh
perhatian, kata-kata yang baik, juga doa.
Semua itu... saya dapatkan di
FLP. Tuhan Menakdirkan saya mendapatkan dan mempelajari semua itu, salah
satunya dari FLP. FLP bukan satu-satunya sumber belajar saya. Tapi menjadi
salah satu sumber yang penting.
Dan itulah alasan mengapa saya
memilih bertahan hingga saat ini meskipun kondisi yang ada tak selalu
menyenangkan. Meskipun reaksi saya terhadap kondisi semacam itu pun tak selalu
menyenangkan.
Karena Tuhan Menakdirkan saya
belajar menjadi lebih manusiawi salah satunya melalui FLP. Belajar mencairkan
hati saya kira sudah lama membeku. FLP adalah salah satu tempat yang membuat
saya belajar menghormati orang tak melihat umur. Meski usianya lebih muda tapi
karya dan pengalaman hidupnya lebih banyak ya saya anggap senior atau setara.
Bagi saya. Apa yang saya
dapatkan di FLP sudah tak bisa lagi dihitung dengan uang. Menurutmu berapa
harga yang bisa ditukarkan untuk sebuah proses kedewasaan dan pemahaman akan
kemanusiaan? Di mana saya bisa membeli semua itu?
FLP. Buat saya
adalah Forum Lingkar Pendewasaan. Salah satu tempat yang mengajari bahwa
"keberadaan" dan "waktu" yang diluangkan manusia lain
bagimu, itu lebih berharga daripada harta apa pun. Sayang, sebagian besar orang
sering meremehkan hal ini karena mengira selama ini bisa mendapatkannya secara
cuma-cuma dan itu wajar.
Jadi
kalau ada orang yang bertanya "Emangnya kamu di FLP dapat apa, sih?"
Saya
akan menjawabnya sambil berpose seperti tiga tokoh utama di anime Akazukin
Cha-Cha ini: "Cinta! Keberanian! Dan Harapan!"
Dalam
anime itu, tokoh Cha-Cha yang aslinya berwujud gadis kecil penyihir yang suka
salah baca mantera bisa berubah wujud menjadi seorang Putri Kesatria
Berkekuatan Ajaib (Magical Princess) yang mampu mengalahkan musuh-musuhnya dengan
anggun. Ia berubah wujud bukan karena kekuatannya sendiri, tapi karena dukungan
kekuatan amulet yang dipegang oleh dua teman-temannya. Cha-Cha kecil menjadi
kuat karena ia tak sendirian.
Ketiga
amulet yang ia pegang bersama dua kawannya itu menyimbolkan "Cinta",
"Keberanian" dan "Harapan".
Bagi
saya, Cinta berarti belajar untuk memaknai cinta yang lebih hakiki (cinta
kepadaNya yang lebih penting daripada dunia dan seisinya).
Keberanian
berarti keberanian untuk mulai belajar mengubah diri menjadi sosok ideal yang
didambakan selama ini dan menikmati prosesnya.
Dan
Harapan. Harapan akan suatu tempat di suatu masa, yang tak mengenal adanya
kesedihan, depresi, dan keputusasaan.
Comments
Post a Comment