Day 5: "Emangnya Bisa Dapat Apa Sih Dari FLP?"

"Emangnya Bisa Dapat Apa Sih Dari FLP?"

"Apa kamu dibayar di FLP?"


Entah sudah berapa kali pertanyaan ini keluar dari beberapa orang terdekat saya. Dan saya sebal sekali kalau hal semacam ini dikaitkan dengan tuntutan pembuktian berupa uang atau hal berupa materi secara langsung.

Sumber: Fanpage Forum Lingkar Pena: https://web.facebook.com/forumlingkarpena/

Nyinyirnya. Forum Lingkar Pena memang organisasi nirlaba. Saya tidak dibayar selama menjadi anggota dan pengurus di dalamnya. Justru beberapa kali malah saya yang harus mengeluarkan uang untuk mengikuti program-programnya. Namun, apa yang saya cari di FLP bukan uang. Ilmu. Dan teman seperjalanan yang bisa saling memotivasi untuk mencari ilmu. Dan terutama lingkungan yang baik. Lingkungan yang bisa mengingatkan saya akan kebaikan. Tak hanya kebaikan bagi diri sendiri. Tapi juga bagi orang lain. 

***

Sebelum saya bergabung dengan FLP sekitar tahun 2008, saya sudah menulis. Saya sudah menjadi Juara III Lomba Menulis Surat Kepada Walikota Malang saat masih SMA. Cerpen saya juga sudah dimuat di Majalah Remaja Hai sebelum saya masuk FLP. Dua cerpen remaja lain dimuat di Kawanku saat saya masih kuliah, tapi sesungguhnya keduanya sudah saya tulis sejak masa SMA (yang kemudian diedit-edit lagi), sebelum saya bergabung dengan FLP. 

Beberapa orang dekat mengatakan saya tak membutuhkan FLP dalam berkarya. Malahan mereka berpendapat, justru karena ikut FLP-lah energi saya "terkuras" sehingga saya jadi tak produktif. Lho. Padahal dengan bergabung di FLP itulah saya mendapatkan energi, ilmu, dan suntikan semangat untuk terus berkarya, hingga sampai ke bidang penerjemahan yang saya geluti.
***

Tapi bagaimana dengan novel-novel karya penulis FLP yang sudah menemani masa-masa remaja saya? Bagaimana dengan cerita-cerita majalah An-Nida yang dulu sering jadi pengisi waktu luang saya, dan kebanyakan ditulis oleh anggota FLP? 

Secara alam bawah sadar semua itu inspirasi, dan membentuk beberapa konsep prinsipil yang saya pegang hingga saat ini. Secara tidak langsung tulisan-tulisan para penulis FLP yang ikut mendidik saya. Tuhan Menyelamatkan masa muda saya dengan Mempertemukan diri ini dengan tulisan-tulisan mereka.
***

Lalu bagaimana dengan dukungan serta apresiasi dari rekan-rekan FLP yang terasa tulus dan memberikan energi positif meskipun saat ini saya belum jadi "siapa-siapa"?

Bagaimana rasanya ketika seorang dosen dari Jurusan lain (Pak Karkono, yang ternyata saat itu Pembina FLP Ranting di Universitas Negeri Malang) tiba-tiba mengapresiasimu yang hanya mahasiswa biasan, dan karyamu bahkan ingat dengan isi cerita dan judulnya, lalu menyemangatimu untuk terus berkarya.

Orang sesibuk itu mau meluangkan waktunya untuk membimbing mahasiswa biasa seperti saya. Dan dari saran-sarannya itu saya bisa memoles kemampuan menulis saya. Tahu apa yang kurang. Tahu mana yang perlu diperbaiki. Membuat saya merasa jadi punya nilai lebih. Dari beliau saya tahu beberapa informasi lomba kepenulisan cerpen di kampus. Dan memenangkan beberapa. Beliau juga yang membuka pintu kelasnya bagi saya untuk bisa lebih memahami mata kuliah Teori Sastra, agar saya bisa melewati mata kuliah Literary Theory di jurusan saya sendiri. Semoga beliau dan keluarga serta anak keturunannya selalu berada dalam naungan rahmat dan berkahNya.

Tuhan Mempertemukan kami melalui wadah bernama Forum Lingkar Pena. 

***

Bagaimana rasanya ketika beberapa penulis senior yang selama ini karyanya hanya bisa kau nikmati secara soliter tiba-tiba bisa kau temui di dunia nyata, ingat denganmu, lalu memberikan motivasi dan dorongan untukmu dan karyamu yang saat ini masih belum seberapa?

Ketika saya mengikuti event Gramedia Writing Project batch 3, Pak Nun Urnoto dari FLP Pamekasan (salah satu pengurus FLP Jatim) mengatakan bahwa bab prolog novel saya bagus. Dan itu sedikit meredakan rasa insecurity saya. Bab yang baru saya upload sedikit di situs web itu kemudian dinyatakan sebagai salah satu dari 90 naskah yang lolos seleksi tahap 1.

Pak Rafif Amir Ahnaf, ketua FLP Jatim, kemudian mendoakan dan yakin bahwa saya pasti bisa mengirimkan draft novel saya sebagai syarat ikut seleksi Expert Class. Padahal saat itu dalam kondisi yang sangat mepet deadline karena berbagai isu yang menerpa saya di dunia nyata. Alhamdulillah, Tuhan Tunjukkan keajaibannya. Saya benar-benar lolos dan berangkat ke Jakarta untuk mengikuti Expert Class. Padahal, sebelumnya saya sudah merasa tidak mungkin bisa menyelesaikan draft awal itu dan mengirimkannya.

Bagaimana rasanya ketika mereka yang kamu anggap senior tiba-tiba meluangkan waktu hanya untuk sekadar menanyakan apa kabar, kamu kenapa, dan sekali lagi mengingatkan dirimu bahwa kamu masih punya sisi baik sebagai seorang manusia?

Ketika saya mengalami goncangan emosi karena suatu masalah, Mbak Sinta Yudisia, Ketua FLP Pusat, menghubungi. Masih mau melihat sisi baik saya. Bahkan menawari saya untuk mengunjungi rumahnya agar bisa sharing soal psikologi dan banyak hal lagi. 

Ada Mbak Hiday dari FLP Tuban (yang juga pengurus FLP Jatim) juga sempat meluangkan waktunya untuk menampung segala kegelisahan saya. Ada juga Mas Angga dari Kaderisasi FLP Jatim (asal Magetan) yang meluangkan waktu juga untuk melakukan hal yang sama. Lalu Pakmas Arul Chandrana dari FLP Lamongan yang menghubungi dan kemudian lagi-lagi seperti orang di atas masih mau mengapresiasi sisi baik orang seperti saya yang kadang tidak stabil.

Dan masih ada sederet nama yang Dikirimkan Tuhan untuk jadi Penyembuh ketika saya merasa sudah tidak yakin dengan takdir saya sendiri. Kami semua dipertemukan di FLP. Tuhan mempertemukan kami dalam wadah bernama Forum Lingkar Pena. 

***

Dari semua itu saya jadi tahu bahwa diperlakukan dengan baik itu menyenangkan. Dan bahwa kata-kata baik bisa terasa begitu menyembuhkan meski kedengarannya mungkin sederhana saja. Dan dari situlah saya belajar dengan meniru. Bahkan dari yang lebih muda. Meniru cara mereka untuk mengapresiasi orang-orang yang saya temui baik di dalam FLP maupun di luar FLP. Belajar melihat sisi baik dan mengapresiasinya. Belajar bahwa nasihat akan terasa lebih kuat jika disampaikan tanpa ego, dengan penuh perhatian, kata-kata yang baik, juga doa.

Semua itu... saya dapatkan di FLP. Tuhan Menakdirkan saya mendapatkan dan mempelajari semua itu, salah satunya dari FLP. FLP bukan satu-satunya sumber belajar saya. Tapi menjadi salah satu sumber yang penting. 

Dan itulah alasan mengapa saya memilih bertahan hingga saat ini meskipun kondisi yang ada tak selalu menyenangkan. Meskipun reaksi saya terhadap kondisi semacam itu pun tak selalu menyenangkan.

Karena Tuhan Menakdirkan saya belajar menjadi lebih manusiawi salah satunya melalui FLP. Belajar mencairkan hati saya kira sudah lama membeku. FLP adalah salah satu tempat yang membuat saya belajar menghormati orang tak melihat umur. Meski usianya lebih muda tapi karya dan pengalaman hidupnya lebih banyak ya saya anggap senior atau setara.

Bagi saya. Apa yang saya dapatkan di FLP sudah tak bisa lagi dihitung dengan uang. Menurutmu berapa harga yang bisa ditukarkan untuk sebuah proses kedewasaan dan pemahaman akan kemanusiaan? Di mana saya bisa membeli semua itu? 

FLP. Buat saya adalah Forum Lingkar Pendewasaan. Salah satu tempat yang mengajari bahwa "keberadaan" dan "waktu" yang diluangkan manusia lain bagimu, itu lebih berharga daripada harta apa pun. Sayang, sebagian besar orang sering meremehkan hal ini karena mengira selama ini bisa mendapatkannya secara cuma-cuma dan itu wajar.

 ***

Jadi kalau ada orang yang bertanya "Emangnya kamu di FLP dapat apa, sih?"

Saya akan menjawabnya sambil berpose seperti tiga tokoh utama di anime Akazukin Cha-Cha ini: "Cinta! Keberanian! Dan Harapan!"





Dalam anime itu, tokoh Cha-Cha yang aslinya berwujud gadis kecil penyihir yang suka salah baca mantera bisa berubah wujud menjadi seorang Putri Kesatria Berkekuatan Ajaib (Magical Princess) yang mampu mengalahkan musuh-musuhnya dengan anggun. Ia berubah wujud bukan karena kekuatannya sendiri, tapi karena dukungan kekuatan amulet yang dipegang oleh dua teman-temannya. Cha-Cha kecil menjadi kuat karena ia tak sendirian.

Ketiga amulet yang ia pegang bersama dua kawannya itu menyimbolkan "Cinta", "Keberanian" dan "Harapan".

Bagi saya, Cinta berarti belajar untuk memaknai cinta yang lebih hakiki (cinta kepadaNya yang lebih penting daripada dunia dan seisinya). 

Keberanian berarti keberanian untuk mulai belajar mengubah diri menjadi sosok ideal yang didambakan selama ini dan menikmati prosesnya. 

Dan Harapan. Harapan akan suatu tempat di suatu masa, yang tak mengenal adanya kesedihan, depresi, dan keputusasaan.


Comments

Popular posts from this blog

Day 11 Pelajaran yang Kudapat dari Film Akeelah and The Bee (I)

Day 13 Konflik Ibu-Anak Yang Menyentuh Hati pada Film Akeelah And The Bee (1)

Day 12 Pelajaran yang Kudapat dari Film Akeelah and The Bee (2)