Day 13 Konflik Ibu-Anak Yang Menyentuh Hati pada Film Akeelah And The Bee (1)

Salah satu hal yang menarik dari jalinan kisah yang ditampilkan oleh film Akeelah and The Bee adalah konflik dalam hubungan antara Akeelah dan ibunya. Ibu Akeelah dalam film ini digambarkan keras dan disiplin. Awalnya ia menentang keikutsertaan anak perempuannya dalam kompetisi Spelling Bee. Baginya lebih baik Akeelah belajar untuk pelajaran lain dan mengerjakan PR-PRnya. Pola konflik ini sering terjadi di dunia nyata, ketika orangtua tidak memahami apa yang penting bagi anak mereka. Para orangtua merasa sudah melakukan apa yang terbaik bagi anaknya. Namun, beberapa dari mereka tak memahami apa yang sebenarnya ingin dilakukan oleh anaknya sehingga kemudian gampang mematahkan impian anak-anak itu begitu saja.






Namun, di sini kita perlu melihat latar belakang kehidupan ibu Akeelah. Ia adalah seorang single mother. Suaminya meninggal dan ia sebenarnya masih berjuang melawan depresi di tengah kesibukannya bekerja sebagai perawat untuk membayar segala tagihan rumah tangganya. Ibu Akeelah sebenarnya adalah seorang perempuan yang sangat kuat. Namun, perempuan paling kuat pun bisa merasa lelah, bukan. Dan Akeelah yang mengalami masa sulit di sekolahnya pun agaknya sukar memahami beban ibunya. Akeelah pun tampak begitu sedih ketika ibunya tak bisa datang menonton dirinya berlaga di kompetisi antardistrik karena jadwal kerja yang bentrok. 

Bagi gadis berusia 11 tahun itu, SMP Crenshaw membosankan dan tak memiliki fasilitas yang memadai. Dirinya juga sering dianggap aneh oleh anak-anak lain karena sering memperoleh nilai sempurna pada pelajaran mengeja. Beberapa anak bahkan sempat mengintimidasinya untuk mengerjakan PR mereka. Sepertinya ia juga tak banyak mengungkapkan masalah ini pada ibunya yang sibuk. Ikut kompetisi mengeja dan mempelajari kata adalah hiburan bagi Akeelah. Terutama karena hal itu mengingatkannya pada momen-momen bermain scrabble bersama ayahnya ketika sang ayah masih hidup. Meski begitu, ibu Akeelah tetap menunjukkan isyarat kasih sayangnya dengan menyuruh Kiana, kakak Akeelah, mendampingi anak bungsunya itu ke kompetisi. 

Bisa dibayangkan betapa hancurnya hati Akeelah ketika sang ibu menyuruhnya batal mengikuti kompetisi begitu saja. Sang ibu bahkan mengatakan, “Kau bisa mengikutinya lagi tahun depan, kan.” Ya, Akeelah adalah salah satu peserta termuda tahun itu. 






Semua berawal ketika ibunya memergoki Akeelah pulang terlambat. Gadis itu baru saja mengikuti sesi latihan bersama klub mengeja di sekolah Woodland Hills yang letaknya jauh. Murkalah sang ibu, yang sebenarnya lebih karena ia mengkhawatirkan anaknya yang tak segera pulang malam itu. Ternyata penyebabnya tak itu saja. Ibu Akeelah baru saja mendapatkan pemberitahuan dari sekolah bahwa putrinya harus mengulang banyak pelajaran di musim panas karena sering membolos. Gara-gara itulah ia melarang Akeelah untuk berkompetisi di perlombaan mengeja. Tak peduli meskipun putrinya sudah lolos tahap antardistrik dan melaju ke tingkat regional.

Akhirnya Akeelah pun memalsukan tanda tangan ayahnya agar mendapatkan izin mengikuti kompetisi mengeja. Ia pun berusaha memperbaiki hubungannya dengan Dr. Larabee agar lelaki itu bersedia menjadi pelatihnya lagi. Dengan begitu Akeelah bisa menghemat waktu daripada harus menempuh perjalan jauh agar bisa belajar mengeja di Woodland Hills.



Namun, meskipun sembunyi-sembunyi berlatih dengan Dr. Larabee (ibu Akeelah sering pulang larut karena pekerjaannya sebagai perawat), akhirnya ia ketahuan. Sekali lagi sang ibu memintanya untuk lebih fokus pada perbaikan nilai-nilainya di summer class daripada lomba. Namun, Akeelah tetap mengikuti kompetisi regional. Dan di tengah perlombaan, ketika giliran Akeelah mengeja hampir tiba, sekonyong-konyong ibu Akeelah datang dan menyela jalannya kompetisi dengan sangat marah karena merasa dibohongi.


Dr. Larabee akhirnya meminta maaf atas perbuatan Akeelah dan mengatakan bahwa gadis itu tak seharusnya ikut lomba (karena ia sudah memalsukan tanda tangan). Kepala sekolah Akeelah, Pak Welsch, lalu menjelaskan bahwa dengan mengikuti kompetisi Spelling Bee, Akeelah sebenarnya sudah mendapatkan poin khusus sebagai kompensasi atas nilai-nilainya yang kurang di pelajaran lain. Namun, ibu Akeelah tetap tak bisa menerima karena putrinya tak pernah memberitahunya soal kesepakatan itu. Akeelah dengan sedih mengatakan bahwa setiap kali ia berusaha membicarakan soal Spelling Bee, ibunya tak pernah mau mendengar. Dan meski tampak masih marah, sebenarnya akhirnya ibunya mulai tersentuh.




Akeelah pun dihukum karena berbohong. Meski tujuannya benar (untuk mengikuti lomba). Untungnya sang ibu bijak dengan memberikan hukuman yang cuma mempengaruhi Akeelah, tidak ke kepala sekolah dan Dr. Larabee yang sudah bekerja keras untuk mempersiapkan Akeelah mengikuti lomba itu. Jadi Akeelah tetap boleh ikut lomba, tapi ia harus menentukan sendiri hukuman apa yang pantas baginya. Akhirnya Akeelah  memilih untuk mengerjakan jatah pekerjaan rumah tangga 2 kali lipat selama sebulan ke depan. Ibunya memintanya menambahkannya menjadi 3 bulan. Lalu untuk pertama kalinya ia pun duduk di bangku penonton dan tentu saja ia berharap Akeelah menang. Hasilnya, Akeelah benar-benar menjadi tiga besar kompetisi Spelling Bee tingkat regional dan melaju ke babak nasional mewakili South Los Angeles! Restu ibu memang sangat tokcer hasilnya.



Salut, meskipun dalam keadaan semarah itu, ibunya masih bisa mengendalikan emosi dan tidak melampiaskan amarah atau memberikan hukuman yang akan memberikan efek traumatis pada Akeelah. Gadis itu tetap diberi kesempatan mengembangkan potensinya sebaik mungkin, namun di sisi lain diberi pelajaran keras bahwa ia tak seharusnya berbohong demi mencapai tujuan itu.


Comments

Popular posts from this blog

Day 11 Pelajaran yang Kudapat dari Film Akeelah and The Bee (I)

Day 12 Pelajaran yang Kudapat dari Film Akeelah and The Bee (2)